Memberikan rumusan yang pasti tentang apa yang termuat dalam kata “filsafat” adalah suatu pekerjaan yang terlalu berani dan sombong! Saya ingin mulai dari sini. Memang, para peminat filsafat, kita sulit mendefinisikan kata yang satu ini. Bahkan para filsuf (ahli filsafat) pun mengakuinya.
Apa yang membuatnya demikian adalah oleh karena terdapatnya beragam-ragam paham, metode dan tujuan, yang dianut, ditempuh dan dituju oleh masing-masing filsuf. Namun, sebuah pengertian awal mesti diberikan; maksudnya sebagai kompas agar kita tidak tersesat arah di dalam perjalanan memahami filsafat. Mengingat maksud ini, maka pengertian tersebut haruslah bersifat dapat dipahami sebanyak-banyak orang, sehingga dapat dijadikan tempat berpijak bersama. Baiklah kita menilik dahulu kata “filsafat” ini dari akar katanya, dari mana kata ini datang. Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani, philosophia: philein artinya cinta, mencintai, philos pecinta, sophia kebijaksanaan atau hikmat.
Jadi filsafat artinya “cinta akan kebijaksanaan”. Cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh akan kebenaran sejati. Demikian arti filsafat pada mulanya.
Dari arti di atas, kita kemudian dapat mengerti filsafat secara umum. Filsafat adalah suatu ilmu, meskipun bukan ilmu vak biasa, yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Bolehlah filsafat disebut sebagai: suatu usaha untuk berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Hal yang membawa usahanya itu kepada suatu kesimpulan universal dari kenyataan partikular atau khusus, dari hal yang tersederhana sampai yang terkompleks. Filsafat, “Ilmu tentang hakikat”.
Di sinilah kita memahami perbedaan mendasar antara “filsafat” dan “ilmu (spesial)” atau “sains”. Ilmu membatasi wilayahnya sejauh alam yang dapat dialami, dapat diindera, atau alam empiris. Ilmu menghadapi soalnya dengan pertanyaan “bagaimana” dan “apa sebabnya”. Filsafat mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai makna, kebenaran, dan hubungan logis di antara ide-ide dasar (keyakinan, asumsi dan konsep) yang tidak dapat dipecahkan dengan ilmu empiris. Philosophy: Inquiry into the nature of things based on logical reasoning rather than empirical methods (The Grolier Int. Dict.). Filsafat meninjau dengan pertanyaan “apa itu”, “dari mana” dan “ke mana”.
Di sini orang tidak mencari pengetahuan sebab dan akibat dari suatu masalah, seperti yang diselidiki ilmu, melainkan orang mencari tahu tentang apa yang sebenarnya pada barang atau masalah itu, dari mana terjadinya dan ke mana tujuannya. Maka, jika para filsuf ditanyai, “Mengapa A percaya akan Allah”, mereka tidak akan menjawab, “Karena A telah dikondisikan oleh pendidikan di sekolahnya untuk percaya kepada Allah,” atau “Karena A kebetulan sedang gelisah, dan ide tentang suatu figur bapak membuatnya tenteram.” Dalam hal ini, para filsuf tidak berurusan dengan sebab-sebab, melainkan dengan dasar-dasar yang mendukung atau menyangkal pendapat tentang keberadaan Allah. Tugas filsafat menurut Sokrates (470-399 S.M.) bukan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam kehidupan, melainkan mempersoalkan jawaban yang diberikan.
Sampai dengan kedua pengertian di atas, marilah kita simak apa kata Kattsoff (1963) di dalam bukunya Elements of Philosophy untuk melengkapi pengertian kita tentang “filsafat”:
* Filsafat adalah berpikir secara kritis.
* Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis.
* Filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut.
* Filsafat adalah berpikir secara rasional.
* Filsafat harus bersifat komprehensif.
(anank.wordpress.com)
Apa yang membuatnya demikian adalah oleh karena terdapatnya beragam-ragam paham, metode dan tujuan, yang dianut, ditempuh dan dituju oleh masing-masing filsuf. Namun, sebuah pengertian awal mesti diberikan; maksudnya sebagai kompas agar kita tidak tersesat arah di dalam perjalanan memahami filsafat. Mengingat maksud ini, maka pengertian tersebut haruslah bersifat dapat dipahami sebanyak-banyak orang, sehingga dapat dijadikan tempat berpijak bersama. Baiklah kita menilik dahulu kata “filsafat” ini dari akar katanya, dari mana kata ini datang. Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani, philosophia: philein artinya cinta, mencintai, philos pecinta, sophia kebijaksanaan atau hikmat.
Jadi filsafat artinya “cinta akan kebijaksanaan”. Cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh akan kebenaran sejati. Demikian arti filsafat pada mulanya.
Dari arti di atas, kita kemudian dapat mengerti filsafat secara umum. Filsafat adalah suatu ilmu, meskipun bukan ilmu vak biasa, yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Bolehlah filsafat disebut sebagai: suatu usaha untuk berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Hal yang membawa usahanya itu kepada suatu kesimpulan universal dari kenyataan partikular atau khusus, dari hal yang tersederhana sampai yang terkompleks. Filsafat, “Ilmu tentang hakikat”.
Di sinilah kita memahami perbedaan mendasar antara “filsafat” dan “ilmu (spesial)” atau “sains”. Ilmu membatasi wilayahnya sejauh alam yang dapat dialami, dapat diindera, atau alam empiris. Ilmu menghadapi soalnya dengan pertanyaan “bagaimana” dan “apa sebabnya”. Filsafat mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai makna, kebenaran, dan hubungan logis di antara ide-ide dasar (keyakinan, asumsi dan konsep) yang tidak dapat dipecahkan dengan ilmu empiris. Philosophy: Inquiry into the nature of things based on logical reasoning rather than empirical methods (The Grolier Int. Dict.). Filsafat meninjau dengan pertanyaan “apa itu”, “dari mana” dan “ke mana”.
Di sini orang tidak mencari pengetahuan sebab dan akibat dari suatu masalah, seperti yang diselidiki ilmu, melainkan orang mencari tahu tentang apa yang sebenarnya pada barang atau masalah itu, dari mana terjadinya dan ke mana tujuannya. Maka, jika para filsuf ditanyai, “Mengapa A percaya akan Allah”, mereka tidak akan menjawab, “Karena A telah dikondisikan oleh pendidikan di sekolahnya untuk percaya kepada Allah,” atau “Karena A kebetulan sedang gelisah, dan ide tentang suatu figur bapak membuatnya tenteram.” Dalam hal ini, para filsuf tidak berurusan dengan sebab-sebab, melainkan dengan dasar-dasar yang mendukung atau menyangkal pendapat tentang keberadaan Allah. Tugas filsafat menurut Sokrates (470-399 S.M.) bukan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam kehidupan, melainkan mempersoalkan jawaban yang diberikan.
Sampai dengan kedua pengertian di atas, marilah kita simak apa kata Kattsoff (1963) di dalam bukunya Elements of Philosophy untuk melengkapi pengertian kita tentang “filsafat”:
* Filsafat adalah berpikir secara kritis.
* Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis.
* Filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut.
* Filsafat adalah berpikir secara rasional.
* Filsafat harus bersifat komprehensif.
(anank.wordpress.com)
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggal komentarmu di sini secara bebas tapi sopan. Terima kasih.